watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

YANG TAK TERLUPAHKAN

Nama saya adalah Anis. Usiaku sekarang 38
tahun dan berat badan 57 kg serta kulitku
berwarna sedikit hitam. Kini aku tinggal bersama
seorang istri dengan 3 orang anak di salah sati
ibu kota Kabupaten Sulsel, yang masih bestatus
kontrakan. Aku menikah dengan seorang gadis
dari suku lain di sulsel th. 1990 atas dasar
kemauan orangtua kami. Meskipun pernikahanku
tidak didasari rasa cinta yang mendalam, namun
sebagai pria normal yang bernafsu tinggi,
penyaluran sexku adalah utama, yang terbukti
dengan lahirnya 3 orang anak dari rahim istriku
itu.
Ceritanya berawal ketika aku mengirim cerita
porno yang tidak sepenuhnya benar ke salah
satu situs cerita porno sekitar Bulan Juni tahun
lalu. Dalam cerita itu, aku sengaja memaparkan
kondisi kehidupan rumah tanggaku yang kurang
stabil, terutama dari segi keuangan. Aku
paparkan bahwa kami tidak mempunyai apa-apa
kecuali hanya istri dan 3 orang anak serta modal
ketahanan dalam melakukan hubungan sex.
Malah aku tawarkan diri kepada wanita siapa saja
yang berminat untuk menyewa modalku itu
dengan rupiah untuk mencukupi kebutuhan
hidupku bersama keluargaku, apalagi waktu itu
aku memang sedikit terlilit hutang pada orang
lain.
Dalam iklan porno yang kukirim tersebut, aku
muat juga syarat-syaratnya antara lain bebas
usia dan status (boleh yang bersuami asal
dijamin aman), siap menyewa tempat/
penginapan khusus, siap disetubuhi dengan
gaya dan posisi apa saja, siap membayar
sejumlah uang jika ia betul-betul mengalami
kepuasan batin, siap mencukur rambut khasnya
jika memang agak lebat. Sebaliknya aku berjanji
untuk menjilati seluruh tubuhnya dan menggauli
sesuai kebutuhannya. Boleh saja menawar
sebelum hari H-nya.
Pada mulanya aku tidak yakin iklanku itu akan
mendapat tanggapan, apalagi biasanya si
wanitalah yang seharusnya disewa untuk itu.
Namun rejekipun datang. Hanya berselang 4 hari
setelah iklan porno itu saya umumkan melalui
salah satu situs cerita porno, eh ternyata ada
responnya, malah 2 wanita lagi. Aku betul-betul
gembira dan bahagia sekaligus jadi tantangan
buatku karena aku tidak terlalu yakin sebelumnya
dan belum punya persiapan untuk itu. Tapi aku
berfikir bahwa sudah terlanjur basah, apa boleh
buat harus saya sambut dengan senang hati,
apalagi modal sex yang kumiliki tidak kurang
sedikitpun. Hanya saja tidak berlebihan sesuai
yang mungkin dibayangkan oleh para
pembacanya.
Respon email yang pertama kali kuterima
berinisial Tia_.. @yahoo.com dan saat itu pula
saya baca dan membalasnya. Isi emailnya
singkat sekali. Ia hanya menulis kalau dirinya
tertarik dengan tawaranku dan ingin menyewa
dan membelinya sekaligus serta ia minta aku
menjawab dan menerangkan ciri-ciri
kepribadianku jika aku betul-betul serius. Sedang
ia sendiri tidak menyebutkan apa-apa soal dirinya
kecuali alamat email. Besok malamnya saya buka
kembali emailku, ternyata berisi dengan nama
Tia lagi. Kali ini, sudah agak panjang. Setelah
saya baca, aku tahu kalau dia tinggal dalam
kotaku, meskipun ia menolak untuk
memberitahu alamat rumah dan nomor
telponnya. Tapi ia menulis kalau dia adalah
Kepala bidang tata usaha di salah satu instansi
swasta. Usianya sudah kepala 5 tapi gairah
sexnya masih agak tinggi. Suaminya agak lebih
tua sedikit dari dirinya tapi super sibuk dengan
pekerjaannya di luar rumah selaku
wiraswastawan, sehingga hubungannya di atas
ranjang tidak rutin dan tidak teratur sesuai yang
ia inginkan.
Setelah yakain kalau ia betul-betul serius, akupun
lalu membalas saat itu pula dan mengutarakan
kembali keadaan ekonomi rumah tanggaku yang
sebenarnya dan juga sedikit hubunganku
dengan istri di atas ranjang. Malah aku minta
agar mengirim photo dan no. HP-nya serta
menyebutkan tempat pertemuannya nanti.
Sayapun minta agar ia bersumpah dan berjanji
untuk menerima akibatnya jika ia hanya
mempermainkanku, sebagaimana pula saya siap
lakukan (menulis sumpah). Besok malamnya
saya kembali buka emailku dan ternyata nama
Tia kembali muncul. Setelah saya buka isinya,
ternyata Tia sudah melakukan persiapan akhir. Ia
menyebutkan penginapan tempat kami ketemu
nanti, warna pakaian yang dikenakannya serta
hari H-nya. Tinggal menunggu persetujuanku
lewat email saja.
Entah pengaruh dari mana sehingga aku mulai
sedikit gemetar bercampur bahagia, ragu, takut,
bimbang dan bersemangat silih berganti sejak
saya menerima putusan terakhirnya itu. Bahkan
mataku yang tadinya mudah sekali tertidur, tiba-
tiba rasa ngantukku sulit sekali dan gairahku
untuk cepat-cepat bobo bersama istri semakin
menurun. Mungkin karena peristiwa yang kami
hadapi betul-betul istimewa dan luar biasa
bersejarah atau karena takut dan malu kalau-
kalau kami kepergok nanti oleh teman atau
kenalan lainnya, apalagi suami Tia atau
keluarganya ataupun karena takut dipermainkan.
Yang jelas kenyataan itulah yang saya rasakan
saat itu. Sedang mengenai gairah sexku terhadap
istri memang sengaja kukurangi sebagai
persiapan untuk bertarung dengan wanita yang
belum kukenal nama, wajah dan gambarannya
sama sekali. Bahkan kemampuannya di atas
ranjang bisa-bisa saya KO jika kurang persiapan,
sehingga dapat mengecewakan kami berdua
seumur hidup.
Hari itu hari Sabtu sesuai jadwal yang ia
tetapkan, saya bangun cepat sekali yakni sekitar
jam 5.00 subuh padahal mataku larut malam
baru tertidur. Paling lambat Jam 7.30 pagi, saya
sudah harus menunggu di penginapan yang
dimaksud karena jadwalnya jam 8.00 pagi, tapi
saya tidak mau ia perhatikan lebih dahulu. Karena
itu, istriku masih dalam keadaan tidur nyenyak,
aku sudah selesai mandi lalu berpakaian yang
sedikit rapi dan menyemprotkan farfum. Waktu
itu saya mengenakan baju kaos warna ungu
dengan celana panjang warna hitam lalu
memasukkan ke dalam tas pakaianku 1 pasang
pakaian lagi sebagai persiapan bermalam. Belum
saya selesai menutup tasku, istriku tiba-tiba
menegur.
“Kok cepat sekali persiapan berangkatnya pa’,
tidak seperti biasanya?” katanya terheran, sebab
malamnya aku memang sudah buat alasan kalau
aku mau ketemu orang tua yang tinggal di suatu
desa yang agak jauh dari kotaku. Biasanya jam
8.00 pagi baru ada mobil berangkat ke sana.
“Kebetulan ma’ saya mau singgah dulu di rumah
teman karena katanya ia juga mau ikut jalan-
jalan ke kampung, siapa tahu terlambat ke sana,
khan bisa ketinggalan mobil” alasanku
berbohong tapi masuk akal.
Jam 7.00 pagi itu, saya naik becak berangkat ke
penginapan tersebut dengan jantung berdebar
bercampur takut dan gembira. Jam 7.25 saya
sudah masuk ke penginapan itu. Sebelum
masuk, saya lihat-lihat dulu kiri kanan kalau-kalau
ada wanita agak gemuk mengenakan baju
warna abu-abu dengan celana warna biru sesuai
informasinya lewat email. Saya sendiri sengaja
tidak menyampaikan ciri-ciri pakaian yang
kukenakan biar sama-sama sibuk dan bingung
mencarinya. Beberapa wanita yang lalu lalang
keluar masuk penginapan itu, bahkan banyak
yang berdiri di depan costumer servicenya, tapi
belum satupun wanita yang kulihat sesuai ciri-ciri
yang telah disampaikannya. Aku mau tanya
petugas penginapan, tapi aku tidak tahu nama
yang akan kutanyakan dan saya juga semakin
ragu jangan-jangan ia permainkan aku. Akhirnya
saya beranikan diri saja bertanya ke salah satu
petugasnya kalau-kalau ada tadi wanita yang
agak gemuk dengan warna pakaian tersebut
telah terdaftar sebagai tamu, namun jawabnya
belum ada.
Saya mencoba mengamati semua wanita yang
ada dalam ruang tamu, ternyata ada satu orang
yang seolah memperhatikanku dari tadi sambil
sedikit tersenyum. Tapi aku tidak yakin kalau
wanita itu yang kucari, karena bentuk tubuh,
rambut, warna baju dan celananya serta kulitnya
tidak ada yang sesuai informasinya. Aku
semakin meragukan keseriusannya, apalagi jam
dinding yang ada di ruang penginapan itu sudah
menunjukkan pukul 8.05 pm. Dalam hatiku
kalau sampai lewat 30 menit lagi ia belum juga
muncul, aku akan pergi saja meninggalkan
penginapan itu dan langsung pulang kampung
sesuai janjiku pada istri di rumah.
“De’ cari siapa? sejak tadi saya perhatikan,
nampaknya ada yang dicari dan ditunggu yach?”
kata seorang wanita yang sejak tadi
memperhatikanku
“Oh, iya bu’, ada keluarga yang saya cari,
katanya ia mau nginap di sini dan jam 8.00 ia
sudah tiba di tempat ini, tapi kok sudah lewat
jadwal, ia belum juga muncul,” alasanku
mengaku sebagai keluarga.
“Mungkin ada halangannya de’ diperjalanan”
ucapannya singkat.
“Yah mungkin juga atau ia sengaja
membohongiku untuk menguji sejauh mana
perhatianku padanya” kataku membenarkan.
“Tapi, kok ade’ ini nampaknya serius dan penting
sekali seolah lama sekali tidak jumpa, emangnya
ia dari mana de’?” tanya wanita itu seolah ingin
tahu lebih banyak dan nampak penuh perhatian
padaku.
“Iya betul, ia baru pulang dari luar Sulawesi dan
belum kukenal betul wajahnya, tapi informasinya
melalui telpon katanya ia datang sekitar jam 8.00
pagi di penginapan ini dengan perawakan agak
gemuk, pakaian berwarna abu-abu-hitam serta
rambut panjang,” jelasku menyinggung tanda-
tanda yang diberikan oleh wanita yang kutunggu
itu.
“Oh yah, ibu ini petugas atau tamu penginapan
ini?” tanya aku serius.
“Sama dengan ade’, aku juga menunggu
seseorang yang sama sekali belum kukenal
nama, alamat, bodi dan wajahnya,” jawabnya
sedikit tertawa.
“Jangan-jangan ibu..” tanyaku namun mendadak
putus, sebab ia juga tiba-tiba melontarkan kata-
kata persis yang kuucapkan (serentak).
“Ha.. Ha.. Ha.., hi.. Hi.. Hi” kami ketawa
bersama-sama sambil saling menunjuk karena
kami saling yakin kalau apa yang kami cari
ternyata sudah dari tadi ketemu, namun berbeda
dengan tanda-tandanya.
Setelah kami puas tertawa, bahkan saling
menunjuk, akhirnya kami sama-sama terdiam
sejenak lalu tersenyum sambil saling menatap
dengan tatapan yang tajam sekali dan agak lama.
Dalam hatiku ternyata wanita ini kelihatannya
masih muda, cantik dan jauh beda apa yang
kubayangkan. Setelah puas saling tatap, saya
tawarkan untuk memesan kamar secepatnya
biar nanti dalam kamar baru cerita dan saling
tatap sepuasnya.
“Ayo, iku aku ke sini” katanya tiba-tiba sambil
menarik tanganku dan membawaku naik ke atas
terus masuk ke salah satu kamar yang terletak di
sudut penginapan itu. Aku ikut saja tanpa kata-
kata dan tanpa pikir panjang. Setelah kami
berada dalam kamar, ia terus menutup pintunya
lalu duduk di tepi sebuah rosban yang agak kecil
dan sederhana, bahkan kasurnya biasa-biasa
saja, lagi pula cuma satu tempat tidur. Dalam
hati kecilku mungkin dari tadi ia sudah pesan
khusus ruangan ini dan ia nampaknya sudah
tahu keadaan penginapan ini.
“Ayo, dekat sini donk, jangan malu-malu, kita
khan sudah sepakat dan sama-sama tahu apa
tujuan kita ke sini, lagi pula tidak ada orang lain
yang memperhatikan dan melarang kita berbuat
apa saja dalam kamar ini, karena kita sudah
carter, sudah halal.. Ha.. Ha.. Ha” katanya sambil
ketawa, karena aku masih berdiri mengamati
gambar-gambar yang tertempel dalam kamar
itu. Tanpa sepata katapun, aku ikut bagaikan
kerbau yang dicocok hidungnya. Terus duduk
persis di sampingnya lalu saling menatap lagi
sambil tersenyum, tapi tiba-tiba tangannya
merangkul di leherku dan memelukku erat sekali
dan mencium pipiku sejenak, lalu ia mundur ke
tembok bersandar dengan kaki melonjong persis
menyentuh pantatku.
“Bu’, .. Betul.. ” belum saya selesai bicara, ia
langsung memotong,
“Aduuh, mulai saat ini saya mohon jangan lagi
dipanggil ibu, panggil saja nama emailku ‘Tia’
oke?” katanya tegas.
“Okelah, bila itu permintaannya, tapi saya tadi
mau bilang bahwa impian kita ini betul-betul bisa
jadi kenyataan, padahal sebelumnya saya tak
pernah yakin ada wanita yang mau mengubris
iklanku.. Hi.. Hi,” kataku sambil ketawa dan
gelengkan kepala.
“Kita liat aja nantilah, apa betul bisa kita buktikan
sesuai komitmen kita semula atau hanya sekedar
impian belaka, tapi yang penting kita ketemu dan
saya cukup senang dan bahagia, sekalipun kau
tidak mampu mewujudkan janjimu semula, aku
tetap siap membayar sewanya sesuai
tawaranmu di internet. Oh yah, saya panggil apa
anda sekarang?” katanya serius dan seolah ingin
membesarkan semangatku.
“Terima kasih atas pengertiannya Bu’ eh.. Tia.
Panggil saja aku Anis”.
“Oh yah, perlu nggak kita masuk kamar mandi
lebih dahulu atau langsung aja ke inti
permasalahannya,” tanya tia sambil turun dari
rosban.
“Saya rasa tidak perlu, kita khan baru saja mandi
di rumah, lagi pula parfum yang telah kita
semprotkan ke tubuh kita dan diniatkan, nanti
menghilang ha.. Ha,” jawabku sambil ketawa.
“Okelah kalau begitu, tapi bagaimana cara masuk
ke inti permainan? Apa saya yang aktif atau anda
atau sama-sama aja?” tanya Tia serius.
“Gantian atau bersamaan tidak ada masalah,
yang penting kita coba saja, dan nanti dengan
sendirinya akan dapat disesuaikan” kata saya
sambil turun dari tempat tidur dan berdiri
berhadap-hadapan. Mula-mula Tia melangkah 1
langkah ke depan sehingga bersentuhan antara
ujung kakinya dengan ujung kakiku, lalu
merangkulkan kedua tangannya ke leherku, lalu
merapatkan badannya ke badanku, lalu
mencium pipi, bibir dan leherku, sementara aku
terdiam sejenak lalu memeluk pinggulnya dan
menyambut bibirnya dengan bibirku, sehingga
kami saling berpagutan dan saling merangkul
erat hingga puas.
Setelah kami saling merangkul dan menjilati apa
yang nikmat dijilat pada tubuh kami masing-
masing, Tia lalu mengangkat baju kaos yang
kupakai dan melepaskannya lewat kepalaku, lalu
menjilati seluruh bagian tubuhku yang terbuka,
mulai dari dahi sampai ke pusar. Bahkan ia terus
melepaskan ikat pinggangku dan menurunkan
retsletingku, lalu melorotkan celana panjangku
hingga hanya celana color yang melekat di
tubuhku. Saya masih terus diam menikmati apa
yang diperbuat Tia padaku, meskipun tanganku
tetap bergerak mengelus rambut dan telinga Tia.
Tia nampaknya sangat pengalaman dalam hal
merangsang laki-laki, sehingga nampak tidak
kebingungan menghadapiku.
“Nis, maaf yah, untuk yang satu ini saya tidak
berani tanpa malu. Boleh nggak saya lepasin
juga biar aku lebih leluasa menjamah
seluruhnya,” katanya sambil menengadah ke
atas melihat wajahku karena ia dalam keadaan
jongkok.
Saya hanya mengangguk tanpa bersuara. Lalu ia
tarik ke bawah pelan-pelan dengan giginya
sehingga nafas bahkan bibirnya terasa menyapu
penisku yang sejak tadi menegang hingga ke
ujung kakiku bahkan seolah ia sengaja
menjilatinya. Saat celana dalamku terlepas, ia
terus menarikku duduk ke pinggir tempat tidur,
lalu menarik kedua kakiku sambil membungkuk
lalu menjilati jari-jarinya hingga terasa sedikit
basah, geli bercampur nikmat. Aku betul-betul
seolah seperti patung dan dipermainkan
seenaknya, tapi dalam hatiku biarlah ia aktif
duluan nanti sebentar giliranku setelah ia
kecapean.
“Ahh.. Uhh.. Hhmm.. Ssstt.. ” lenguhku kegelian
dan keenakan ketika lidahnya menyapu pokok
pahaku. Pipinya terasa lengket ke tongkatku yang
mulai berdenyut. Hangat sekali rasanya, apalagi
nampaknya Tia sengaja menggerak-gerakkan
pipinya agar aku bisa menikmatinya.
“Anis, enak nggak dijilatin buah pelernya?
Tunggu saya jilatin batangnya, tenang saja, aku
pasti memuaskanmu sebelum kamu berperan
aktif” katanya sambil melihat wajahku.
“Iyah.. Yah Tia, eenak sekali sayang, tapi jangan
lama-lama di situ yach, aku sedikit geli, pindah-
pindah donk, biar kunikmati semua permainan
lidahmu” kataku merayu agar ia tidak berhenti.
Aku tak berdaya menolak perlakuan Tia, ia tiba-
tiba berdiri dan mendorongku ke belakang
sehingga aku terbaring di atas tempat tidur
dengan kaki tergantung ke bawah. Tia lalu
memegang tongkatku dan menggocok-
gocoknya sehingga terasa tambah besar dan
keras serta berdenyut-denyut. Tia tak
menggerakkan tangannya sejenak mungkin
karena ia ingin menikmati denyutan batangku.
Setelah itu, Tia membungkuk lalu perlahan ia
arahkan tongkatku ke dalam mulutnya lalu
dimaju mundurkan mulutnya sehingga
pinggulku bergerak ke kiri dan ke kanan sebagai
tanda nikmatnya gerakan mulut dan lidah Tia
yang berputar-purat di antara selangkanganku.
Aku hampir-hampir tidak mampu lagi menahan
gejolak cairan yang terasa mulai memaksa
mengalir melalui batang kemaluanku. Demikian
hebatnya cara memainkan lidah dan mulut Tia
terhadap penisku, sehingga saya sering tidak
bisa membedakan lubang vagina yang pernah
dimasuki penisku yang ukurannya normal itu.
“Ti.. Tia, gantian yach, rasanya jika aku diam
terus bisa-bisa aku kalah KO ini. Aku yang harus
bereaksi lagi dan Tia harus menerima serangan
fajarku, masa saya terus yang diserang” pintaku
pada Tia setelah aku mulai merasa mau KO ia
perlakukan seperti itu.
Dalam hatiku, jika aku melayani terus permainan
Tia, aku bisa malu dan ia merasa dikecewakan
dari perkataanku dalam email kalau aku
bermodalkan ketahanan sex. Karena itu aku
harus pakai akal dan tidak boleh terlalu serius
menuruti aliran nafsuku. Setelah aku berdiri
dalam keadaan telanjang bulat, sementara Tia
berdiri di depanku masih berpakaian lengkap,
aku lalu membuka kancing baju Tia satu persatu
hingga nampak BHnya yang berwarna putih dan
tidak kutahu ukurannya tapi tampaknya sedang-
sedang saja. Aku tidak bermain-main lagi
dengan BHnya, melainkan aku langsung saja
membuka kaitnya dari belakang sehingga aku
sempat memeluk dan mencium bibirnya
sejenak. Setelah lepas, aku langsung memainkan
mulut dan lidahku pada puting susunya yang
sedikit padat dan empuk serta terasa agak
hangat. Mungkin karena sejak tadi Tia juga
teramgsang, sehingga belum lama aku pegang
dan isap putingnya, ada terasa manis keluar dari
dalamnya. Putingnya indah sekali, warna agak
merah kecoklatan tertancap di kedua buah
kembar yang putih bersih. Ingin rasanya kutelan
semuanya seperti kue Fawa dan seperti bola
karet yang digigit sedikit melenting.
“Nis, silahkan aja beraksi sesuai keinginanmu,
aku siap terima semuanya,” katanya terus
terang.
Setelah puas memainkan mulutku di bukit
kembarnya itu, lalu kujilati seluruh tubuhnya
hingga ke pusar, lalu kubuka kait dan restelin
celananya hingga terlepas dari tubuhnya.
Tinggallah saat ini celana dalam tipisnya yang
berwarna kuning dengan pinggiran yang
berbunga-bunga. Aku berlutut mencium dan
menjilat sejenak kedua bibir vaginanya dalam
keadaan terbungkus. Tapi rasanya sudah basah
dan terasa bau khasnya. Mungkin air mazi alias
pelicinnya yang keluar sejak tadi. Aku langsung
buka saja hingga ia betul-betul telanjang bulat.
Setelah kelihatan semua, nampak bulu-bulunya
yang baru dicukur sesuai saranku lewat email.
Tapi justru duri-durinya yang agak kasar itu
membuatku semakin terangsang. Tanpa
persetujuannya, aku langsung dorong tubuhnya
ke belakang hingga ia duduk di tepi rosban. Ia
mengerti keinginanku.
Tanpa aba-aba, kedua pahanya sedikit terbuka
sehingga kelentitnya yang sedikit hitam tapi
masih indah dan keras serta sedikit mengkilap
karena basah itu jelas kelihatan. Bersamaan itu
pula ia rebahkan tubuhnya ke kasur dengan kaki
terjulang ke bawah. Aku semakin leluasa
menjamahnya. Aku menindih tubuhnya yang
telanjang, mencium bibir, mulut dan kedua bibir
vagina serta kelentitnya, sehingga ia berdesis-
desis.
“Nis, aku sudah nggak tahan nih, percepat dikit
mainnya, biar cepat selesai ronde pertama, khan
masih ada ronde berikutnya, jika perlu kita
bermalam di sini aja,” Bisiknya ketika dengan
lincah memainkan lidahku ke dalam lubang
vaginanya. Ketika kugigit sedikit kelentitnya, ia
bergoyang seperti goyangan dangdutnya Inul
Daratista sewaktu di panggung.
“Tenang aja sayang, aku pasti memuaskanmu
sesuai janjiku. Jika tidak, kamu pasti tidak mau
lagi berhubungan sex denganku yah khan?”
kataku sambil diam sejenak dan tetap menindih
tubuhnya.
“Ayo Nis, masukin cepat penismu itu, aku dari
tadi merindukan gerakannya dalam vaginaku..
Hhmm.. Auhh.. Sstt,” pintanya sambil melenguh
dan mengangkat pinggulnya sampai menyentuh
ujung penisku.
Tanpa kuarahkan dan kubuka kedua bibir
vaginanya, ujung penisku sudah menancap ke
lubang vaginanya yang basah, sehingga
desahan nafasnya sulit ia sembunyikan. Penisku
masuk ke lubangnya secara perlahan tanpa aku
menekannya. Sedikit demi sedikit bergerak
masuk hingga hampir amblas semuanya. Itu
terjadi karena Tia mengangkat tinggi-tinggi
sambil menggoyang pantatnya ke kiri dan ke
kanan, apalagi ia melingkarkan kedua kakinya ke
pinggangku.
Karena aku sendiri sudah tidak tahan berlama-
lama, maka secara otomatis pula aku menekan
agak keras sehingga batangku amblas
seluruhnya dan terdengar suara aneh ‘decik..
Decakk.. Decukk..’ silih berganti dengan suara
nafas kami yang terputus putus.
“Uhh.. Aahh.. Hhmm.. Auhh.. Aihh.. Ssstt.. Eee..
Naakk sekali sayang, gocok teruss..” suara Tia
terdengar ketika kupercepat gerakan maju
mundurku.
Rasanya mulai ada kembali desakan cairan
hangat dari dalam, namun saya tidak tahu apa
hal seperti itu juga dirasakan oleh Tia. Tapi yang
jelas tangan Tia selalu bergerak menarik rambut
dan pinggangku seolah ia tidak mampu lagi
menunggu puncak permainan kami. Untung
saja cairanku tertahan karena Tia tiba-tiba
menarik tubuhku naik ke ranjang lalu memutar
badannya sehingga aku terpaksa tinggal di
bawahnya. Dengan gesitnya berputar tanpa
melepas ujung penisku dari vaginanya, ia lalu
jongkok dan menghentak pantatnya naik turun.
Penisku sedikit perih dijepitnya namun
nikmatnya lebih besar. Ketika ia memutar
pinggulnya seperti joget ngebornya Inul, aku
semakin sulit pertahankan lagi modal sex yang
kujanjikan. Kami sama-sama basah kuyub akibat
keringat.
Bukit kembar Tia bergerak indah sekali ketika ia
terengah-engah bagai orang naik kuda lumping.
Gerakannya cepat sekali, lalu tiba-tiba ia balikkan
tubuhnya sampai aku kembali di atas
mengangkanginya tanpa melepaskan sedikitpun
penisku dari vaginanya. Aku berusaha
menyelesaikan permainan dalam posisi ini.
Kupercepat gerakanku dan kuangkat kedua
kakinya bersandar ke bahuku lalu kukocok terus
vaginanya hingga ia berteriak sedikit histeris.
Bersamaan dengan itu pula aku merasakan
cairan hangat yang sejak tadi mau keluar sudah
berada dekat ujung penisku. Tiapun terasa agak
gemetaran dan merangkulku dengan keras dan
sempat menggigit leherku. Aku tahu kalau ia
sudah dipuncak orgasme. Aku berusaha
menumpahkan spermaku secara bersamaan
dalam rahimnya, sebab kutahu persis wanita
yang mau mencapai orgasme. Ternyata betul,
aku berhasil dan aku tidak takut akan akibatnya
karena Tia punya suami dan tidak bakal timbul
kecurigaan jika ia hamil lagi setelah beberapa kali
melahirkan.
Tanpa sepata katapun, kami saling menatap dan
tersenyum, lalu tergeletak di kasur dengan
telanjang bulat. Kami tidur pulas sekali. Mungkin
karena capek dan puas, apalagi beberapa malam
sebelumnya aku kurang tidur. Kami terbangun
ketika jam 5.00 tanpa ada rasa lapar padahal
kami main sejak jam 9.00 sampai jam 12.00
tadi. Kami hanya pesan makanan melalui
petugas penginapan sebab kami takut keluar
kamar nantia ada yang kenal kami. Kami sepakat
bermalam saja, lagi pula suami Tia lagi keluar
kota mengurus bisnisnya dan anak-anaknya
tinggal bersama pembantu di rumah dengan
alasan ia mau tugas keluar kota bersama dengan
pimpinan kantor. Usai mandi, kami lalu
menyantap makanan yang telah kami pesan
sebelum mandi. Usai makan, kami kembali
bertarung dengan posisi dan model sex macam-
macam sesuai pengalaman kami masing-
masing hingga larut malam lalu kami tertidur
dan bangun lagi melanjutkan dengan sisa-sisa
modal kekuatan yang masih kami miliki masing-
masing.
Pembaca yang budiman, tidak sempat
kuceritakan secara rinci posisi dan model sex
yang kami terapkan sepanjang malam itu, malah
sewaktu di kamar mandi, karena rasanya cerita
ini sudah terlalu panjang. Aku berusaha lanjutkan
lain waktu, termasuk wanita kedua yang juga
berminat menyewa modalku. Bahkan ceritanya
lebih seru lagi, karena usianya di atas 60 tahun
dan vaginanya tidak berbulu sama sekali. Aku
tidak perlu cerita berapa sewa yang kuterima,
tapi yang jelas lebih dari yang kuperkirakan,
bahkan aku justru ketagihan, sehingga tanpa
dibayarpun rasanya aku rela dan memang
beberapa kali kami lakukan tanpa minta sewa
modal.


Adult | GO HOME | Exit
1/657
U-ON

inc Powered by Xtgem.com